Memahami Agresivitas Pajak dan Resikonya
Apa yang Dimaksud Agresivitas Pajak?
Agresivitas pajak adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi kewajiban pajaknya. Akademisi Bisnis Akuntansi University of Virginia Amerika Serikat Mary Margaret Frank menyebutkan bahwa agresivitas pajak adalah tindakan perencanaan pajak secara legal maupun ilegal untuk menurunkan laba kena pajak. Tetapi perlu diingat bahwa tidak semua perusahaan yang melakukan perencanaan pajak (tax planning) dianggap melakukan agresivitas pajak.
Biasanya perusahaan sebagai wajib pajak badan memanfaatkan kelemahan yang terdapat dalam undang-undang (UU) maupun peraturan perpajakan lainnya. Kelemahan tersebut juga biasa disebut grey area, yakni celah atau kelonggaran regulasi yang berada antara praktik perencanaan atau perhitungan pajak yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
Suatu perusahaan dikatakan melakukan agresivitas pajak apabila perusahaan berusaha mengurangi beban pajak secara agresif, baik menggunakan cara yang tergolong legal yakni tax avoidance atau ilegal seperti tax evasion. Walau tidak semua tindakan perencanaan pajak dilakukan secara ilegal, namun semakin banyak celah yang digunakan perusahaan untuk menghindari pajak maka perusahaan dianggap semakin agresif.
Untung & Rugi Praktik Agresivitas Pajak
Penting untuk Anda ketahui bahwa perusahaan yang melakukan tindakan pajak agresif bisa jadi memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan praktik pajak agresif. Risiko dimaksud dapat berupa ancaman sanksi atau denda, hingga risiko turunnya harga saham serta reputasi perusahaan, bila tindakan agresivitas pajak ketahuan melanggar aturan.
Harga saham yang turun ini bisa terjadi karena citra perusahaan menjadi kurang bagus di mata investor, lantaran labanya tercatat kecil. Sedangkan manajemen perusahaan merasa perlu membuat laba perusahaan menjadi kecil agar pajak yang harus dibayar juga kecil.
Kemudian bagi pemerintah, praktik penghindaran pajak secara agresif ini tentu saja turut membawa kerugian. Lantaran tindakan tersebut berpeluang besar mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak.
Selain berpotensi mendatangkan kerugian, praktik agresivitas pajak juga memiliki tujuan meraih keuntungan, salah satunya adalah menghemat pengeluaran atas pajak agar keuntungan pengusaha semakin besar. Keuntungan tersebut nantinya dapat dimanfaatkan untuk mendanai investasi yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan di masa mendatang. Keuntungan lainnya adalah bagi manajemen, agresivitas pajak bisa meningkatkan kompensasi yang diterima dari pemilik atau pemegang saham perusahaan.
Contoh Praktik Agresivitas Pajak
1. Melakukan Leverage
Leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap (fixed rate of return). Tujuannya untuk memberi keuntungan lebih besar dari pada biaya tetapnya sehingga akan meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham.
Aplikasi dari leverage adalah sumber dana melalui utang. Bunga yang harus dibayar oleh perusahaan akibat utang merupakan beban tetap.
Perlu diketahui bahwa perusahaan dimungkinkan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi.
Di sisi lain, semakin besar utang maka laba kena pajak perusahaan semakin kecil, dengan begitu praktik ini dapat dikategorikan sebagai tindakan pajak agresif. Celah regulasi yang dimanfaatkan adalah Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 tahun 2008 yang berbunyi:
“Bunga sebagai bagian dari biaya usaha yang boleh dikurangkan sebagai biaya (deductible expense) dalam proses perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) badan”
Penggunaan utang menimbulkan beban bunga yang termasuk deductible expense sehingga penggunaan beban bunga bertujuan meminimalisasi beban pajak.
Sebuah penelitian membuktikan, perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Semakin tinggi nilai dari rasio leverage, berarti semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari utang tersebut.
2. Mengadakan CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab perusahaan adalah konsep bahwa organisasi khususnya perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap segala aspek operasional perusahaan yang menimbulkan masalah pada lingkungan, konsumen, maupun tenaga kerja.
Dalam praktik pajak agresif, perusahaan biasanya melakukan CSR berlebihan hingga membuat pendapatan yang menjadi objek pajak penghasilan perusahaan berkurang. Ketika pendapatan dimaksud digunakan untuk program CSR, pemerintah akan kesulitan melacak cashflow yang terjadi.
Penyebabnya karena biasanya program CSR dilakukan di bawah pengelolaan perusahaan sendiri, mulai dari vendor yang digunakan, kegiatan yang dilakukan, sampai uang yang dikeluarkan, sehingga negara akan sulit mendeteksi.
3. Membeli Saham Dalam Jumlah Minim
Sejumlah perusahaan sebut saja perseroan terbatas (PT) biasanya berinvestasi dalam jumlah kecil atau minim pada perusahaan atau badan usaha lain. Deviden yang diterima oleh PT akan dikategorikan sebagai pendapatan yang tidak termasuk objek pajak dengan syarat PT memiliki saham paling sedikit 25% dari jumlah modal disetor.
Dengan memilih atau menghasilkan pendapatan yang bukan objek pajak, praktik pajak agresif ini memanfaatkan celah regulasi UU PPh pasal 4 ayat 3 tentang bukan obyek pajak.
Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas Pajak
1. Likuiditas Perusahaan Rendah
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas dapat diukur dengan membandingkan aset lancar dengan utang lancar. Likuiditas yang rendah dapat mencerminkan perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
Kesulitan likuiditas dapat memicu perusahaan tidak taat terhadap peraturan pajak sehingga dapat mengarah pada tindakan agresif terhadap pajak perusahaan. Tindakan ini dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi pengeluaran beban pajak dan memanfaatkan penghematan yang dilakukan untuk mempertahankan arus kas. Oleh karena itu, perusahaan dengan rasio likuiditas yang rendah akan cenderung memiliki tingkat agresivitas pajak yang tinggi.
2. Return on Asset Tinggi
Return on Asset (ROA) adalah salah satu rasio yang dapat menggambarkan profitabilitas atau potensi laba perusahaan. ROA yang tinggi mencerminkan profitabilitas perusahaan yang tinggi pula, dan menyebabkan beban pajak semakin besar. Lantaran pajak penghasilan perusahaan akan dikenakan berdasarkan besarnya penghasilan yang diterima perusahaan.
Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan aktvitas agresivitas pajak, agar pajak tersebut tidak mengurangi terlalu banyak laba yang diperoleh perusahaan.
Pencegahan Agresivitas Pajak
Pemerintah telah melakukan beragam cara untuk menekan angka agresivitas pajak, salah satunya dengan memperbarui regulasi yang berlaku. Serta melakukan kajian intensif untuk menutup celah yang masih terdapat pada regulasi perpajakan yang sudah dikeluarkan.
Selain itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga senantiasa melakukan pemeriksaan laporan pajak perusahaan untuk menelaah kepatuhan perusahaan dalam menghitung, membayar, dan melapor pajak sesuai peraturan yang berlaku.
Praktik agresivitas pajak sendiri merupakan praktik yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun, lantaran aktivitas ini dilakukan dengan niat mengurangi kewajiban pajak.
Padahal untuk meringankan tanggung jawab pajak perusahaan, pemerintah telah membuat regulasi yang memperbolehkan perusahaan membayar pajak penghasilan dengan cara mencicil. Sehingga nilai potongan pajak yang dibayarkan tidak terlalu besar dalam satu waktu.
Selain meringankan beban pajak dengan berbagai skema pelunasan pajak terutang, pemerintah juga telah menyiapkan beragam akses pembayaran dan pelaporan pajak secara online untuk mempermudah wajib pajak.
HUBUNGI KAMI :
Hotline : (021) 22085079
Call/WA : 0818 0808 0605 (Ikhwan)
CAll/SMS : 0812 1009 8812/ 0812 1009 8813
Email: kjaashadi@gmail.com; info@kjaashadi.com